ANALISA LAPORAN KEUANGAN – CONTOH KINERJA MENURUN

ANALISA LAPORAN KEUANGAN

Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Adapun jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah neraca, laporan laba-rugi atau hasil usaha, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas.

Menurut Munawir (2010:31), tujuan analisis laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan yang bersangkutan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-pihak yang berkepentingan apabila data tersebut diperbandingkan untuk dua periode atau lebih, dan dianalisa lebih lanjut sehingga akan dapat diperoleh data yang akan dapat mendukung keputusan yang akan diambil.

Analisa laporan keuangan akan memberikan informasi tentang kinerja keuangan perusahaan. Informasi tersebut tentu perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui mengapa kondisi tersebut bisa terjadi. Analisa faktor internal dan eksternal perusahaan dapat melengkapi suatu analisa laporan keuangan, sehingga hasil analisa dapat mengarahkan tindakan korektif yang tepat untuk perbaikan kinerja keuangan perusahaan dalam periode berikutnya.

Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dapat berupa kebijakan, anggaran, perusahaan sejenis atau rata-rata industry, atau pencapaian tahun tahun sebelumnya.

NERACA

Menurut Harahap (2009:107), neraca atau daftar neraca disebut juga laporan posisi keuangan perusahaan. Laporan ini menggambarkan posisi aset, kewajiban dan ekuitas pada saat tertentu. Neraca atau balance sheet adalah laporan yang menyajikan sumber-sumber ekonomis dari suatu perusahaan atau aset kewajiban-kewajibannya atau utang, dan hak para pemilik perusahaan yang tertanam dalam perusahaan tersebut atau ekuitas pemilik suatu saat tertentu. Neraca harus disusun secara sistematis sehingga dapat memberikan gambaran mengenai posisi keuangan perusahaan. Oleh karena itu neraca tepatnya dinamakan statements of financial position. Karena neraca merupakan potret atau gambaran keadaan pada suatu saat tertentu maka neraca merupakan status report bukan merupakan flow report.

Secara garis besar komponen neraca dapat digambarkan sebagai berikut:

ASET LANCAR (AL)
Adalah aset yang dapat digunakan dalam jangka waktu dekat, biasanya tidak lebih satu tahun. Contohnya Kas, Piutang, Persediaan, Beban dibayar dimuka, dan aset lainnya yang diharapkan dapat dikonversi ke Kas dalam jangka waktu dekat.

ASET TIDAK LANCAR (ATL)
adalah aset yang umur ekonomisnya lebih dari satu tahun. Contoh aset tak lancar ialah tanah, bangunan mesin dan sejenisnya. Usia kegunaan ekonomis aset tak lancar biasanya melampaui jangka satu tahun dan tidak dimaksudkan untuk dijual. Contoh: Investasi jangka panjang, Bangunan, Mesin pabrik.

KEWAJIBAN LANCAR (KL)
merupakan kewajiban masa kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomi.

Contoh: Utang usaha, Pinjaman jangka pendek, dan beban beban yang masih harus dibayar dalam satu periode akuntansi.

KEWAJIBAN JANGKA PANJANG (KJP)
Kewajiban jangka panjang adalah hutang yang penyelesaiannya memiliki jangka waktu lebih dari satu periode siklus akuntansi atau lebih dari satu tahun kalender. Contoh Pinjaman Bank

EKUITAS
Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas setelah dikurangi semua kewajiban.

LAPORAN RUGI LABA

Menurut Munawir (2010:26), laporan laba-rugi merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, beban, laba-rugi yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Walaupun belum ada keseragaman tentang susunan laporan laba-rugi bagi tiap-tiap perusahaan, namun prinsip-prinsip yang umumnya diterapkan adalah sebagai berikut:

  1. Bagian yang pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari usaha pokok perusahaan (penjualan barang dagangan atau memberikan service) diikuti dengan harga pokok dari barang yang dijual, sehingga diperoleh laba kotor.

  2. Bagian kedua menunjukkan beban-beban operasional yang terdiri dari beban penjualan dan beban umum/administrasi (operating expenses).

  3. Bagian ketiga menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh di luar operasi pokok perusahaan, yang diikuti dengan beban-beban yang terjadi di luar usaha pokok perusahaan (non operating/financial income dan expenses).

  4. Bagian keempat menunjukkan laba atau rugi yang insidentil (extra ordinary gain or loss) sehingga akhirnya diperoleh laba bersih sebelum pajak pendapatan.

CONTOH ANALISA LAPORAN KEUANGAN

Dalam contoh analisa laporan keuangan berikut, difokuskan pada Neraca dan laporan Rugi Laba. Analisa dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan tahun sebelumnya.
Berikut contoh
neraca dan laporan rugi laba yang disajikan secara komparatif. Laporan keuangan yang disajikan berikut ini adalah standar laporan keuangan yang disajikan dalam Software Akuntansi Gplus.

ANALISA HASIL USAHA

Berdasarkan Neraca dan laporan rugi laba di atas, akan dilakukan analisa yang berkaitan dengan hasil usaha dan keuangan perusahaan. Karena keterbatasan data yang tersedia, maka analisa laporan keuangan masih terbatas dan masih memerlukan analisa lanjutan untuk menemukan substansi permasalahan.

1. PENJUALAN

Berdasarkan laporan rugi laba di atas, tercatat penjualan tahun 2016 tercapai 798 juta, dibanding tahun 2015  maka penjualan tahun 2016 tercatat turun 4,2%. Apabila dalam tahun 2016 telah dilakukan kenaikan harga jual, maka penurunan penjualan dalam volume lebih besar dari 4,2%. Dari segi bisnis bila terjadi trend penjualan cenderung turun, menunjukkan kinerja yang kurang baik. Apabila penurunan penjualan tersebut sudah terjadi tahun lalu, maka bisnis perusahaan bisa masuk dalam zona bahaya. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa penjualan lebih jauh, untuk mendapatkan informasi apa penyebab penjualan tersebut turun. Penyebab turunnya penjualan bisa dari internal maupun eksternal perusahaan. Oleh karena itu manajemen harus bisa memberikan kesimpulan yang tepat tentang terjadinya penurunan penjualan tersebut, sehingga informasi tersebut dapat dijadikan landasan untuk memperbaiki kinerja di tahun berikutnya.

Bagi perusahaan masuk dalam zona bahaya, maka untuk memperbaikinya bukan hal mudah, banyak kasus penanganannya memerlukan biaya dan investasi yang tidak sedikit.

2. HARGA POKOK PENJUALAN

Secara nominal harga pokok penjualan turun 8,1% dibanding tahun lalu, jumlah penurunan ini lebih besar dari penurunan penjualan, sehingga dapat menutup pendapatan yang hilang akibat penurunan penjualan.

Dalam penentuan harga pokok penjualan dengan metode full costing, maka di dalam harga pokok penjualan terdapat Biaya tetap (fixed cost), sehingga penurunan penjualan tersebut akan berdampak pada prosentase harga pokok penjualan terhadap penjualan akan lebih besar. Dalam pencapaian prosentase harga pokok terhadap penjualan di atas tercatat 49,5% (2016) dan angka ini lebih rendah 2% dibanding tahun sebelumnya sebesar 51,5%.

Pengendalian harga pokok penjualan dapat disimpulkan cukup berhasil dan menunjukkan ada upaya yang cukup baik dalam mengatasi dampak dari penurunan penjualan terhadap laba kotor.

Yang perlu didalami berikutnya adalah apa yang telah dilakukan sehingga harga pokok penjualan tersebut turun 8,1%, apakah terjadi efsiensi, atau diperolehnya harga beli yang lebih baik, atau ada perubahan penggunaan bahan bahan, atau terjadi penurunan kualitas, sehingga dapat dianalisa korelasi penurunan harga pokok penjualan tersebut dengan terjadinya penurunan penjualan. Usaha usaha yang baik perlu diapresiasi dan dikomunikasikan kepada seluruh bagian yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi bagi divisi yang lain.

3. BEBAN USAHA

Jumlah Beban usaha tahun 2016 dibanding tahun 2015 naik 13,6%, besarnya kenaikan beban usaha ini melebihi dari tingkat inflasi tahun 2016 sebesar 3%, ditambah lagi kenaikan beban usaha tersebut tidak meningkatkan penjualan justru terjadi sebaliknya. Bila dilihat dari kelompok biaya, maka beban penjualan menempati kenaikan yang tertinggi yaitu sebesar 26,3%, kemudian biaya pegawai naik 13%, dan beban admin. & umum naik 12,4%, sementara beban marketing justru terlihat turun 4,1%.

Bila tidak terjadi perubahan dalam internal perusahaan yang terkait beban usaha, maka beban usaha akan dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan regulasi pemerintah tentang ketenagakerjaan, jadi bila biaya operasional naik (dalam rupiah) tidak melebihi tingkat inflasi, masih dapat diterima.

Yang terjadi dalam perusahaan ini beban usaha mengalami kenaikan jauh melebihi tingkat inflasi.

Beban Pegawai
Biaya pegawai memang dipengaruhi regulasi pemerintah tentang Upah Minimum Regional (UMR), namun angka naik 13% ada kemungkinan lebih besar dari kenaikan UMR dari UMR tahun sebelumnya. Tetapi bisa saja ada tambahan biaya pegawai yang sebelumnya tidak terjadi misalnya BPJS dan komponen  lainnya. Biaya pegawai ini merupakan biaya tetap, kenaikan sebesar 13% tersebut akan memperberat operasional perusahaan di tahun berikutnya.

Beban Marketing
Beban marketing tahun 2016 lebih rendah 4,1% dibanding tahun lalu. Beban marketing tahun 2016 tercatat 4,6% dari penjualan, apakah alokasi beban marketing sebesar itu mencukupi untuk mempertahan atau meningkatkan pendapatan perusahaan. Hal ini sangat tergantung dari produk dan di segmen mana perusahaan berada, apakah berada pada tingkat persaingan yang sangat tinggi atau tidak. Oleh karena itu biaya marketing ini perlu dievaluasi lebih jauh terhadap keterkaitannya dengan penurunan penjualan dan posisi perusahaan dalam persaingan yang dihadapi.

Beban Penjualan
Beban penjualan mengalami kenaikan 26,3% dan kenaikan beban ini tidak berkorelasi dengan pencapaian penjualan yang terjadi. Apa yang telah dilakukan oleh divisi penjualan dan bagaimana cara manajemen penjualan dalam mempertanggungjawabkan kenaikan biaya ini. Oleh karena itu diperlukan analisa biaya penjualan lebih jauh, karena bisa saja hal ini dikarenakan salah strategi penjualan, aksi yang tidak efektif dan tidak efisien. Namun secara angka menunjukkan beban penjualan tersebut tidak terkendali dengan baik.

Beban Admin & Umum
Biaya admin. & Umum naik 12,4% bisa diterima atau tidak perlu dikaji lebih jauh. Apakah kenaikan beban listrik, kenaikan karena harga barang barang naik pada umumnya, apakah sampai memperbesar kenaikan biaya admin. & umum sebesar itu.

Dari perbandingan beban usaha tahun 2016 dengan tahun 2015 tersebut di atas, secara umum ada keyakinan besar bahwa manajemen dalam mengendalikan beban usaha belum memperhatikan prinsip kehatian-hatian. Selain itu ada kemungkinan besar telah terjadi pemilihan strategi yang tidak efektif atau pelaksanaannya yang menyimpang dan tidak efisien.  Hal ini terlihat dari beban marketing yang justru lebih rendah dari tahun sebelumnya dan beban penjualan naik yang paling tinggi namun tidak memberikan efek terhadap pencapaian penjualan.

Memang analisasi tidak cukup sampai disini masih perlu dilakukan analisa lebih jauh terhadap besarnya biaya operasional yang terjadi pada tahun 2016, sehingga diperoleh kesimpulan yang dapat berguna dalam menentukan strategi bisnis dan operasional di tahun berikutnya.

4. LABA BERSIH SETELAH PAJAK

Laba bersih setelah pajak turun 26,3% dari tahun lalu, bila dihitung prosentase dari penjualan (Net Profit Margin), maka laba bersih tahun 2016 hanya tercapai 8,8% dan turun 2,6% dari tahun lalu yang tercapai sebesar 11,4%.

Dalam pengelolaan bisnis, bila penjualan dan laba bersih turun dari tahun sebelumnya adalah perform kinerja yang kurang baik. Bila trend penurunan sudah terjadi dalam dua tahun terakhir, perlu di waspadai, karena sangat mungkin perusahaan masuk dalam zona bahaya. Jika kondisi itu yang terjadi pada perusahaan, maka seberapa jauh perusahaan dapat bertahan dari penurunan penjualan dan laba bersih. Jika perusahaan mempunyai kewajiban membayar utang melebihi dari hasil operasi, maka perusahaan akan mengalami kesulitan cashflow.

ANALISA KINERJA KEUANGAN

Menurut Munawir (2010:30), kinerja keuangan perusahaan merupakan satu diantara dasar penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan. Pihak yang berkepentingan sangat memerlukan hasil dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan untuk dapat melihat kondisi perusahaan dan tingkat keberhasilan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.

ANALISA RASIO KEUANGAN

Menurut Harahap (2009:297), rasio keuangan merupakan angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu akun laporan keuangan dengan akun lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.

Menurut Riyanto (2010:331), umumnya rasio dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) tipe dasar, yaitu :

  1. Rasio Likuiditas, adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya.
  2. Rasio Leverage, adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan hutang.
  3. Rasio Aktivitas, adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber dananya.
  4. Rasio Profitabilitas, adalah rasio yang mengukur hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan.

RINGKASAN RASIO KEUANGAN

Berdasarkan data Neraca dan Laporan Rugi Laba di atas, dan setelah dilakukan penghitungan rasio keuangan, diperoleh ringkasan sebagai berikut:

Dari ringkasan rasio keuangan di atas, dapat disimpulkan bahwa :

  • Perusahaan mampu meningkatkan likuiditas perusahaan dengan cara menaikan laba ditahan.
  • Keamanan kreditor lebih baik, dan memudahkan perusahaan dalam memperoleh pinjaman dari pihak ketiga bila diperlukan
  • Kemampuan perusahaan dalam menggunakan aset untuk mendapatkan penjualan menurun dibanding tahun lalu
  • Kemampuan perusahaan dalam meraih margin keuntungan menurun dibanding tahun lalu
  • Kemampuan perusahaan dalam menggunakan aset untuk meraih laba bersih menurun dibanding tahun lalu
  • Kemampuan perusahaan dalam meningkatkan pengembalian modal pemilik menurun dibanding tahun lalu

Berikut rincian analisa rasio keuangan:

1. RASIO LIKUIDITAS

  • Kemampuan Perusahaan dalam menutup utang jangka pendeknya
    Caranya adalah membandingkan antara AL (Aset Lancar) dengan KL (kewajiban Lancar), bila AL melebihi dari KL, artinya keuangan perusahaan memiliki kemampuan dalam menutup utang jangka pendeknya. Cara ini disebut Rasio Lancar (Current Ratio).
    Rasio Lancar (Current Ratio) =  AL : KL

    Rasio Lancar 2015 = 90,120,847 : 61,734,197 = 1,45
    Rasio Lancar 2016 = 93,088,530 : 56,604,822 = 1,64

  • Kemampuan Perusahaan dalam menutup utang jangka pendeknya secara cepat
    Rasio Cepat (Quick Ratio) =  (AL-Persediaan) : KL
    Rasio Cepat 2015 = (90,120,847 – 26,627,729) : 61,734,197 = 1,03
    Rasio Cepat 2016 = (93,088,530 – 30,672,422) : 56,604,822 = 1,10

Rasio likuiditas perusahaan tahun 2016 dibanding tahun tahun 2015 terjadi kenaikan yang cukup baik. Walaupun hasil usaha menurun, likuiditas tetap ditingkatkan, dengan membentuk cadangan umum atau laba ditahan lebih besar.

2. RASIO LEVERAGE

  • Rasio Hutang (Debt Ratio)
    Rasio ini merupakan perbandingan antara total kewajiban dengan total aset.
    Rasio Hutang =  (KL+KJP) : Total Aset
    Rasio Hutang 2015 = (61,734,197 + 84,416,243) : 557,762,381 = 0,26
    Rasio hutang 2016 = (56,604,822 + 54,285,897) : 546,793,922 = 0,20
    Rasio hutang terlihat turun, hal ini dikarenakan jumlah hutang pada tahun 2016 menurun. Hal ini cukup menarik bagi kreditor, sehingga perusahaan dapat lebih mudah untuk menambah dana pinjaman jika diperlukan.

  • Time Interest Earned
    Rasio ini merupakan perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak atau laba operasi (EBIT) dengan beban bunga.

    Beban Bunga 2015 = 8265931
    Beban Bunga 2016 = 6813356
    Rasio Interest Earned = Laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) : Beban Bunga
    Rasio Interest Earned 2015 = (103,272,192 + 8265931) : 8265931 = 13,5
    Rasio Interest Earned 2016 = (77,953,670 + 6813356) : 6813356 = 12,4
    Kemampuan perusahaan dalam menutup beban bunga dari hasil operasi menurun dibanding tahun lalu, penurunan ini dapat mempengaruhi pertimbangan kreditor dalam memberikan pinjaman.

3.  RASIO AKTIVITAS

  • Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)
    Rasio ini menunjukkan berapa cepat perputaran persediaan dalam siklus persediaan normal. Menurut Harahap (2009:308), semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan penjualan berjalan cepat.
    Persediaan awal th 2015 = 25,158,296
    Perputaran Persediaan = Harga pokok Penjualan : Rata2 Persediaan
    Perputaran Persediaan 2015 = 429,335,102 : (26,627,729 + 25,158,296)/2 = 16,6
    Perputaran Persediaan 2016 = 394,741,717 : (30,672,422 + 26,627,729)/2  = 13,8

  • Rata2 Periode Pengumpulan Piutang
    Perusahaan ini melakukan penjualan secara tunai

  • Perputaran Total Aset (Total Asset Turnover)
    Rasio ini merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan aset yang dimiliki perusahaan. Menurut Harahap (2009:309), semakin besar rasio ini semakin baik karena perusahaan tersebut dianggap efektif dalam mengelola asetnya.
    Perputaran Total Aset = Penjualan : Total Aset
    Perputaran Total Aset 2015 = 833,065,620 : 557,762,381 = 1,49
    Perputaran Total Aset 2016 = 798,060,616 : 546,793,922 = 1,46

    Rasio aktivitas terlihat menurun, terutama pada perputaran persediaan turun dari 16,6 X setahun menjadi 13,8 kali setahun.

4.  RASIO PROFITABILITAS

Menurut Harahap (2009:309), rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuannya, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, ekuitas, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Mengenai rasio-rasio profitabilitas sebagaimana yang diutarakan, menurut Riyanto (2010: 335), dapat dilihat pada uraian sebagai berikut:

  • Margin Keuntungan (Profit Margin)
    Rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan.

    Margin Keuntungan = Laba Bersih : Penjualan
    Margin keuntungan 2015 = 94,941,536 : 833,065,620 * 100% = 11,4%
    Margin keuntungan 2016 = 69,973,064 : 798,060,616 * 100% = 8,8%

  • Tingkat Pengembalian Aset (Return On Assets)
    Rasio ini menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai asetnya. Menurut Harahap (2009:305), semakin besar rasionya semakin bagus karena perusahaan dianggap mampu dalam menggunakan aset yang dimilikinya secara efektif untuk menghasilkan laba.
    Tingkat Pengembalian Aset = Laba Bersih : Total Aset

    Tingkat Pengembalian Aset 2015 = 94,941,536 : 557,762,381 = 0,17
    Tingkat Pengembalian Aset 2016 = 69,973,064 : 546,793,922 = 0,13

  • Tingkat Pengembalian Ekuitas (Return On Equity)
    Rasio ini mengukur berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik. Menurut Harahap (2009:305), semakin besar rasionya semakin bagus karena dianggap kemampuan perusahaan yang efektif dalam menggunakan ekuitasnya untuk menghasilkan laba
    Tingkat Pengembalian Ekuitas = Laba Bersih : Ekuitas
    Tingkat Pengembalian Ekuitas 2015 =  94,941,536 : 411,611,941 = 0,23
    Tingkat Pengembalian Ekuitas 2016 =  69,973,064 : 435,903,203 = 0,16

Seluruh rasio profitablitas mengalami penurunan, hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan ekuitas dan seluruh aset untuk menghasilkan laba bersih terlihat menurun dibanding tahun lalu.